Rabu, 22 Juli 2009

Istanaku


Yah biarpun jelek dan tampak tidak nyaman, tapi disinilah saya tumbuh dan berkembang (seperti tanaman aja) maksudnya dari kecil hingga dewasa.

Jumat, 03 Juli 2009

Rabu, 01 Juli 2009

RUMAH ANGKER

Pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi perasaan saya kepada temen-temen yang sudi kiranya membaca tulisan ini. Seandainya orang imenginginkan sesuatu, trus datang saudara menawarkan bantuan untuk mewujudkan keinginan tersebut, gimana rasanya? Pasti senang dan ada juga rasa sedikit tidak percaya. Ya, itulah yang jadi pikiran saya.
Sudah lama saya mengidam-idamkan bisa memiliki rumah sendiri. Dan saudara menawarkan untuk menempati rumahnya yang sudah 3,5 tahun tidak pernah dihuni. Dengan harapan setelah tinggal di rumah tersebut, bisa mengumpulkan uang untuk DP mengambil rumah atau membeli tanah dan membangunnya di kampung. Setelah cek ke lokasi, ternyata saya pikir ini rada berat. Sepanjang jalan menuju rumahnya, jalannya rusak dan disebelah kanan kiri jalan hanya ada semak-semak ilalang dan disertai dengan tidak adanya fasilitas lampu penerangan jalan umum. Pada siang hari jalan cukup ramai, namun pada malam hari jalan sangat sepi. Sehingga sepanjang jalan tersebut sering terjadi perampokan sepeda motor. Pada saat hujan, jalan jadi tergenang dan membuat pengengendara motor maupun modil extra hati - hati melewatinya. Hal itu semakin memudahkan perampok dalam melakkukan aksinya.
Sesampainya di tempat tujuan, rumah terlihat sangat kusam dan banyak debu disetiap sudut ruangan kusen pintu dan jendela banyak yang keropos. Malah ada satu pintu yang sudah copot dari engselnya. Hal itu dapat saya maklumi karena memang sudah lama tidak ditempati, jadi kurang terawat. Segera dengan cekatan saya membersihkan lantai dan mengelap kaca jendela yang kotor. Sesudah itu hanya dengan bersenjatakan sabit saya mulai memotong ilalang disekeliling rumah. Pada saat memotong ilalang yang paling tinggi di pojok kanan belakang entah kenapa bulukuduk terasa merinding. Segera saya pindah ke halaman depan. Tak lama kemudian tukang bor sumur datang, setelah basa - basi sedikit dengan pemilik rumah. Tukang bor sumur tersebut melakukan aksinya, yaitu mengebor pada tempat yang telah disepakati bersama. Pengeboran selasai sekitar jam lima sore. Segera saya berkemas - kemas dan laangsung pulang.
Pada esok paginya, tukang bor sms. Dalam pesan singkatnya, mengatakan pada saya agar meguras sumur yang kemarin dibor. Tujuan agar lumpur didalam tanah tidak mengendap. Karena saya harus bekerja, maka pengurasan sumur hanya dilakukan selama 2 jam saja. Pada waktu itu saya masih belum merasakan apa - apa. Setelah itu saya berangkat ke kantor. Pada sore harinya seperti biasa saya menguras sampai jam enam sore. Sampai tiga hari berturut - turut kerana masih keluar lumpur. Seprti biasa saya lakukan hanya pagi dan sore.
Suatu hari di kantor saya bertemu dengan mandor kuli yang memang sudah cukup lama ikut kerja diproyek kantor saya. Tidak seperti biasanya. Kali ini mandor datang ke kantor membawa saudaranya dan memperkenalkan dengan saya. Setelah ngobrol ngalor ngidul sampai pada pembahasan masalah rumah yang mau saya tempati. Tiba - tiba saudaranya menyela pembicaraan saya dengan mandor. Kata dia "Untuk sekarang jangan coba - coba menempati lansung sebelum penunggunya diusir terlebih dahulu." Sontak saya kaget. Dan rasa tidak percaya. Lalu saya coba mendengarkannya. dia berkata " Sebelum perumahan itu dibangun dulunya adalah sebuah perkampungan, kebetulan pada lokasi rumah dulunya adalah rumah seorang ibu yang lagi hamil dan tidak bisa melahirkan lalu meninggal dunia dengan anaknya yang masih dalam kandungannya." Hari itu juga rasa penasaran terus menyelimuti saya. Pada sore harinya saya sempatkan diri untuk menanyakan masalah tersebut kepada penduduk yang asli pribumi di kampung itu. Dari penjelasan warga memang benar adanya, bahkan seorang warga mengatakan samapi sekarang juga suaminya masih hidup. Akhirnya, tanpa pikir panjang kabar berita itu saya sampaikan pada saudara saya selaku pemilik rumah. Dengan enteng saudara saya menanggapi pernyataan saya hanyalah akal - akalan bisnis segelintir orang yang mencoba mengeruk keuntungan pada situasi yang tidak kondusif seperti sekarang ini. Dengan lantang saudara saya selaku pemilik rumah dan penyandang dana akan mengurus pemindahan penunggunya (kuntilanak) ke tempat lain dengan orang yang sudah lama ia percaya. Tapi pada kenyataannya orang yang ia percaya juga tidak bisa melihat keganjilan dalam rumah tersebut. Lalu bagaimana ia akan mengusirnya? ini yang jadi pertanyaan saya. Hal itu yang membuat saya ragu dan bimbang, terlebih lagi saya akan membawa serta anak dan istri saya. Dengan kata lain, anak dan istri saya tidak tahu menahu tentang hal itu. terlebih anak saya masih berumur kurang dari setahun. Apalagi kalau ingat dari kata saudara mandor, bahwa anak dari penunggu(kutilanak) juga butuh makan. Tidak mungkinkan anak dan istri saya dikorbankan hanya untuk rumah yang bukan rumah saya.

Selasa, 09 Juni 2009

Sleep


Seharian kerja cari rupiah, nonton tv. Jadi tv yang nonton aq.

Jumat, 22 Mei 2009

Itu Bukan Tempat Saya

Suatu ketika tanpa saya duga, seorang atasan menawari saya untuk mengikuti Pelatihan SIMAK-BMN di Banjar Masin. Saya menganggap hal ini tidaklah serius atau gurauan semata. Tak lama kemudian datang Surat Perintah Tugas. Detik itu juga rasa senang, haru, sekaligus bingung. Karena sebetulnya saya belum pernah mengikuti Pelatihan (workshop). Senang, karena belum pernah naik pesaawat. Rasa terharu karena akan keluar pulau, dadn rasa bingung karena selama ini saya belum pernah menginap di hotel. Dan itu semua sudah ditanggung oleh kantor.
Sesampainya di hotel saya langsung istirahat, merasakan kenyamanan kamar hotel. Keesokan harinya, setelah sarapan, saya langsung menuju ruang workshop. Sesampainya di sana, ternyata nama saya tidak terdaftar. Setelah berusaha keras mendaftarkan diri, akhirnya saya mendapkan modul untuk panduan workshop. Jam pertama dimulai dengan membahas ''Pengertian BMN''. Okelah, tahap awal saya masih memahami 100%, ternayata pada saat praktek, segudang masalahpun muncul silih berganti. Mulai dari yang gak paham, ketinggalan pelajaran yang sebelumnya sudah pernah disosialisasikan, sampai masalah Laptop yang udah pinjem tetapi malah rusak dan tidak bisa dipakai dalam praktek. Maka semenjak itu, bagi saya workshop jadi sangat menyebalkan. Sesampainya dikantor, saya harus mempresentasikan kepada petugas yang seharusnya mengikuti workshop ini. Padahal materi yang sudah saya dapatkan tidak mengerti sama sekali. Karena saya sebenarnya saya adalah petugas lapangan, bukan petugas BMN. Dengan kata lain ''itu bukan tempat saya''